Maksud dari Rindu

Saat ini, orang yang paling bisa kupercaya cuma dia. Mengapa? Karena dia pun percaya padaku. Dia bisa membaca dan mengerti apa maksud dari niat, perkataan, dan perbuatan saya. Saat orang-orang terdekat cenderung skeptis atau bahkan cuek dengan jalan pemikiranku, dia tidak menganggapku begitu.

Pernah merasa terasing di dalam keluarga sendiri? Inilah yang saya rasakan. Pandanganku kini berbeda jauh dengan mereka. Sifat “pemberontak” itu semakin menjadi. Saya kini bisa menangkap apa yang salah di dalam keluarga ini. Tapi sayangnya semua tidak bisa diubah lagi. Mereka sudah tua, cara berpikir itu sudah menempel erat di dalam otak mereka. 

Dan saya, yang menyadari kesalahan itu, ingin sekali segera lepas dari semua itu. Bahkan entah kenapa saya ingin lepas dari keluarga ini. Luarnya dibungkus dengan cinta kepada makhluk suci, namun tidak di dalam. Contoh-contoh tidak baik bermunculan. Dan itu berpengaruh kepada anak-anaknya yang melihat. Materialisme itu masih mengakar kuat. Segala hal masih dipandang dari ukuran duniawi. Sedangkan saya tidak suka dipandang dari sisi duniawi. Saya butuh uang, tapi hanya untuk yang memang perlu saja. Saya tidak peduli budaya apa yang sudah mengakar di masyarakat mengenai uang. 

Saya yang “berbeda” dari anggota keluarga yang lain tampak terbuang dan cenderung dianggap bodoh. Saya tidak butuh diberi persangkaan apalagi ejekan atau sindiran. Saya hanya butuh dibantu untuk bangkit. Inilah alasan mengapa aku sering merindumu, seorang yang tidak akan merendahkanku. Ini cuma jeritan kesakitan dari seorang perempuan yang kemampuannya disia-siakan, yang kebutuhan immaterialnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarganya. 

 

Nostalgia Kita (1)

Saya sendiri lupa kapan kita pertama kali berkenalan. Kata kamu, kita berkenalan saat lomba cerdas cermat. Ah iya, baru ingat waktu lomba di Unpad itu saya satu grup sama kamu ya? Gak lupa sama Kak Wanda juga. Kelanjutannya? Sepertinya di Friendster, media sosial super gaul tapi sudah terlampau “jadul”. Saling testimoni dan komentar. Paling ingat waktu kamu komentar di Bulletin. Lupa juga saya pernah tulis apa di Bulletin itu. Yang saya ingat, dari komentar di Bulletin itulah akhirnya kita bertukar id Yahoo Messenger (YM, jadul juga).

Pertemanan kita berlanjut di YM. Mungkin supaya lebih tinggi privasinya, hahaha. Berbicara tentang banyak hal sampai sekarang pun lupa apa yang saya pernah ceritakan padamu di chat itu. Sampai akhirnya, kita bertukar nomor handphone.

Berlanjut di SMS. Banyak juga aku bercerita, termasuk tentang mantanku (waktu itu masih pacaran) yang selingkuh karena waktu itu kami berhubungan jarak jauh alias LDR. Kamu membantuku menenangkan pikiran. Salah satunya dengan mengirimkan lirik lagu Oasis yang berjudul Stand By Me. Rasanya mau tertawa. Seorang teman bisa berkata “stand by me” kepada temannya. Sinyal itu mulai terlihat.

Ingat juga, waktu itu pernah sepulang sekolah kita pergi dengan mobil putihmu, bersama geng “Animal” keliling Bandung yang akhirnya berujung makan malam di pinggir jalan. Waktu itu saya tidak ingin makan (maklum masih susah makan, gak kayak sekarang, hehe). Saya tetap di mobil, sementara yang lain makan. Kagetnya, kamu ada di samping mobil, entah mungkin mau menjaga saya yang sendirian di mobil. Kamu mengajak saya makan, tapi sayanya keukeuh tidak mau makan. Waktu itu saya lagi SMS-an dengan si mantan itu. Dia memutuskan hubungan. Sedih sih, tapi tidak berlangsung lama. Sepertinya aku cerita hal itu ke kamu. Pastinya, karena saya sudah menganggapmu sebagai teman dekat saya.

Ada lagi yang lucu. Waktu perpisahan angkatan 14 Smuth. Sepanjang acara dari atas balkon Sunan Ambu yang kucari-cari cuma kamu. Senang saat tahu di mana posisi dudukmu. Aku turut menyaksikan kamu membacakan puisi dengan gagahnya di depan semua penonton. Ya, aku tahu bahwa kamu sangat pandai berpuisi. Teman-temanmu juga tahu itu. Setelah pertunjukkanmu, aku SMS kamu, mengabarkan betapa lucunya kamu saat di panggung itu. Kau menanyakan di mana posisiku. Aku bahkan sempat berteriak dari atas balkon dan melambaikan tangan padamu. Entah saat itu kamu melihatku atau tidak. Tapi itu juga momen yang lucu buatku. Akhirnya kakak kelasku ini lulus dari Smuth, sedangkan aku waktu itu naik ke kelas dua SMA.

Tak dinyana, setelah lulus, kamu tidak langsung menghilang dari lingkungan Smuth. Waktu itu kamu sering datang ke sekolah karena ada rapat Cermin Ide. Cermin Ide, sebuah klub kecil beraliran seni yang membuat kita semakin dekat. Berawal dari ajakan yang menjebak yang layaknya konspirasi sekelompok orang yang berusaha mendekatkan kita. Ya, waktu itu kedekatanku denganmu sudah diketahui banyak orang, terutama teman-teman seangkatanmu.

Akhirnya aku jadi anggota Cermin Ide. Dari berbagai rapat klub inilah yang akhirnya membuat saya jadi punya rasa padamu dan begitu pula sebaliknya. Semakin dekat dan dekat. Puncaknya pada beberapa hari setelah ulang tahunku. Tiba-tiba kamu menghadiahkan buku The Secret padaku. Bagiku, itu buku yang sangat kucari pada waktu itu. Aku tidak menyesal dengan buku itu karena memang bagus untuk dibaca. Aku betul-betul berterima kasih padamu. Senang bukan kepalang, mendapat hadiah dari kakak kelas yang kita suka. Ingat waktu itu kamu memberikan hadiah itu di DPR Smuth, menjelang magrib. Sampai saatnya kita pulang ke tempat masing-masing. Saat berpisah, senyum tak henti kita tunjukkan satu sama lain. Aku bahkan senyum-senyum sendiri saat pulang ke kostan, sambil membawa hadiah darimu. Sesampainya di kostan, kaget, ada SMS dari kamu, mengajakku untuk berpacaran. Tidak terbersit ragu, lebih baik kuterima lelaki baik ini.

To be continued..